Kamis, 17 Maret 2011

Mencicipi Bakpia dan Yangko Khas Yogyakarta

Yogyakarta yang selama ini dikenal sebagai kota budaya dan pariwisata ternyata menyimpan kekayaan makanan khas yang cukup beragam. Salah satu makanan yang menjadi icon kota Yogyakarta adalah bakpia. Ketika kita menyebut nama bakpia, tentu kita sudah terbayang kenyamanan kota Yogyakarta. Makanan legit tersebut memang sangat populer sebagai khasnya kota pelajar, meskipun di beberapa kota lain memiliki makanan serupa seperti pia. Saking populernya bakpia, banyak sekali jenis dan merk dagang yang beredar di seantero wilayah Jogja. Kita mengenal bakpia pathuk yang selama ini menjadi oleh-oleh khas wisatawan ketika berkunjung ke Yogyakarta. Namun, seiring makin berkembangnya industri bakpia, banyak juga bermunculan merk dagang lain yang ikut ‘meramaikan’ kompetisi kuliner tersebut, salah satunya Bakpia 82. Mengembangkan usaha bakpia sejak tahun 2000, Bakpia 82 sebenarnya bukan ‘pemain’ baru di bisnis kuliner. Usaha yang sudah dijalani secara turun temurun tersebut sebelumnya menekuni pembuatan yangko yang kini juga menjadi salah satu makanan khas Kotagede. Yangko Pak Prapto yang sudah berdiri sejak 1921 menjadi brand mereka sebelum terjun ke dunia bakpia. Bahkan bisa dibilang Yangko Pak Prapto menjadi salah satu ‘legend’ di makanan berbahan tepung ketan tersebut. Saat ini Yangko Pak Prapto memiliki 5 macam variasi rasa, yaitu durian, nangka, cokelat, jeruk, dan wijen. Ketika tim bisnisUKM mengunjungi lokasi produksi di Gambiran UH 5/345 Yogyakarta (28/2), kami disambut oleh Sdr. Ganda (37) yang menjadi generasi kelima dari bisnis lintas generasi tersebut. Menurut Sdr. Ganda yang merupakan putra Pak Prapto, bisnis bakpia tersebut memang menjadi pengembangan produk usahanya selain Yangko Aneka Rasa. “Selain mencari pasar, kami juga berkeinginan untuk ikut ‘meramaikan’ usaha bakpia yang kini berkembang di banyak lokasi di Jogja,” kata Sdr. Ganda. Alhasil, nama Bakpia 82 yang kemudian dipilih untuk menjadi brand untuk usaha bakpianya. Nama 82 tersebut diambil dari nomer rumah ayahnya di Kotagede. Menurut Sdr. Ganda, saat ini untuk pengelolaan produksi bakpia sendiri dipegang oleh Ibu Isrodiyah (48). Namun untuk lokasi produksi bakpia tersebut sama dengan lokasi produksi yangko aneka rasa. Dengan tenaga produksi sebanyak 7 orang, Bakpia 82 mampu memproduksi 100 dus bakpia setiap harinya. Sementara untuk yangko bisa mencapai 200 dus dalam sekali produksi. Bakpia 82 kini memiliki empat variasi rasa, yaitu bakpia kacang ijo, bakpia isi keju, bakpia isi coklat, dan bakpia telo ungu. Bakpia yang berbahan dasar telo ungu menjadi salah satu penemuan terbaru dari Bakpia 82. Baru di tahun 2010 kemarin, bakpia unik tersebut dikenalkan kepada masyarakat. “Pada awal kami perkenalkan bakpia telo ungu ke masyarakat, responnya sangat bagus sehingga kami makin mantap untuk memproduksinya,“ jelas Sdr. Ganda yang mengaku memproduksi bakpia telo ungu sebanyak 25 dus setiap harinya. Harga yang ditawarkan untuk produk bakpia dan yangko juga bervariasi, antara Rp. 8.000,00-Rp. 17.000,00 tergantung rasanya. Saat ini, untuk pemasaran Ganda mengaku sudah memiliki toko yang terletak di Jalan Pramuka Yogyakarta. Namun, selain memasarkannya di toko, Ganda juga menerapkan sistem konsinyasi di beberapa toko yang ada di Kotagede dan Bandara Adisutjipto. Dan mulai tahun kemaren, Ganda yang didukung juga oleh istrinya mulai menggunakan sistem pemasaran online dalam mendukung pemasaran produknya. “Kami memulainya dari jejaring sosial untuk mengupdate produk baru kita, dan berharap secepatnya bisa memiliki web pemasaran sendiri,” imbuh Sdr. Ganda yang kini juga menekuni ternak burung love bird tersebut. Pameran yang diselenggarakan pemerintah juga sering menjadi target pasar bagi Ganda dalam memasarkan produk-produknya. Bandung, Surabaya, dan Jogja sendiri menjadi daerah yang pernah menjadi ‘persinggahan’ produk-produk andalannya tersebut. Meskipun banyak produk yang sejenis, namun dengan mengutamakan kualitas produk dan variasinya, Ganda merasa optimis produk bakpia dan yangkonya tersebut akan tetap bertahan sebagai salah satu khas oleh-oleh dari kota gudeg. Di akhir wawancara, Ganda mengaku omzet yang diperoleh usahanya tersebut sekitar 20-an juta per bulan. Namun, dengan makin mahalnya bahan baku produksi saat ini, Ganda harus mensiasatinya dengan baik agar tidak merugi dalam bisnisnya. Sumber : http://bisnisukm.com

Read More..

Info Bisnis ArleQuiniSHa Handycraft & Accessories

Menjalankan usaha yang bermodalkan kreatifitas memang membutuhkan ketekunan ekstra. Semakin kreatif usaha yang kita bangun, semakin sulit juga bagi pihak lain untuk menduplikasi produk usaha tersebut. Hal tersebut yang selama setahun terakhir mencoba diterapkan oleh Aries Pribadi (29) melalui ArleQuiniSHa paTHINK clekUNIQUE Handycraft & Accessories. Dilihat dari nama usahanya yang nyentrik tersebut, timbul rasa penasaran bagi tim bisnisUKM untuk melihat seperti apa produk usaha yang dihasilkan. Rasa penasaran tersebut akhirnya terjawab ketika tim bisnisUKM mengunjungi workshop sekaligus tempat produksi ArleQuiniSHa paTHINK clekUNIQUE Handycraft & Accessories yang berada di Jl. Semaki Gede UH 1/ 247 RT. 11 RW. 04 Umbulharjo Yogyakarta (26/2). Beragam produk handycraft dan accessories tampak berjajar memenuhi etalase sudut rumah Sri Hartatik (43) yang merupakan partner kerja Aries Pribadi. September 2009 menjadi awal mula Aries memproduksi aneka handycraft dan accessories yang unik dan kreatif. Merasa bosan menjadi pegawai kala itu, Aries berfikir bagaimana mengolah bahan-bahan alami yang ada di sekitarnya menjadi produk unik yang bernilai jual tinggi. Alhasil, produk dekorasi interiorlah yang menjadi produk kreatif pertama yang dia ciptakan. Lampu hias interior yang dinamai “Manok_Hara Mencari Cinta Di Jogja” menjadi kreasi pertama yang dipasarkan. Memanfaatkan bahan alami seperti kertas karton, pasir besi, kulit telur, dan aneka manik-manik, Aries mencoba membuat lampu hias dengan nuansa khas budaya Jogja. “ Kami bermimpi, produk kami tersebut suatu saat bisa menjadi salah satu souvenir khas Jogja,” kata Aris yang pernah mengenyam pendidikan jurusan arsitektur. Jiwa kreatif Aries ternyata tidak terhenti di produksi lampu hias interior saja. Aneka produk kreatif lainnya juga diciptakan Aries bersama dengan rekan-rekannya. Tercatat saat ini ArleQuiniSHa paTHINK clekUNIQUE Handycraft & Accessories sudah memiliki 3 jenis produk lain, yaitu aneka pigura unik (Jogjakujogjakitajogjakarta), Edu Toys Rumingkang (Rumah Pintar Susun Kelengkeng Huruf dan Angka), Accessoris Cantik (aksesoris manik-manik, gift box, tas, dompet, gelang, kalung). “Dengan sengaja melempar banyak produk ke konsumen bisa kami jadikan riset dalam mengevaluasi produk-produk kami,” terang Aris. Untuk tahun pertama ini, menurut Aries pihaknya masih berupaya mengenalkan produk-produk tersebut ke masyarakat. Dengan spirit kreatifitas yang dia miliki, saat ini dia belum fokus ke arah komersialisasi produk. “Kami baru ingin memulainya bulan depan (Maret) untuk fokus dalam mencari duit,” imbuh Aris sambil tertawa. Harga yang ditawarkan ArleQuiniSHa juga terjangkau, yaitu berkisar Rp.4.000,00 – Rp. 125.000,00. Menurut Aris yang paling mahal saat ini adalah lampu hias interior, dan yang paling murah aneka accessories manik-manik. Pameran dan pelatihan menjadi agenda rutin ArleQuiniSHa dalam memasarkan dan memperkenalkan produk-produknya. Selain itu, dengan ‘menitipkan’ produk-produk tersebut ke beberapa swalayan yang ada di wilayah Jogja juga menjadi strategi tersendiri dari Aries dan rekan-rekannya. Menurut Aries, dengan ikut pameran pihaknya banyak memiliki keuntungan, “selain bisa memasarkan produk, kita juga bisa menjalin komunikasi dengan rekan-rekan yang lain sesama peserta pameran”. Dan kini, bersama dengan rekan-rekannya, Aris baru merintis paguyuban mandiri untuk UKM yang ada di wilayah Kota Jogja dengan nama Parikesit. Eksistensi ArleQuiniSHa sebagai produsen aneka kerajinan kreatif juga makin mendapat pengakuan ketika berhasil merebut nomer di Lomba Inovasi Bisnis 2010 bidang Wirausaha Kerajinan dari kantor Pemuda dan Olahraga DIY. Meskipun bukan menjadi yang terbaik, namun Aries mengaku semakin termotivasi dengan raihan tersebut. Diakuinya, ide kreatif yang dia miliki saat ini sangat banyak, namun modal dan fasilitas produksi masih menjadi kendala tersendiri baginya. Dan saat ini, Aries berharap produksi edu toysnya segera terealisasikan, sehingga bisa menjadi salah satu andalan terbaru dari ArleQuiniSHa. Di akhir wawancaranya, Aris yang ditemani Sri Hartatik mengaku ingin mewujudkan mimpinya yaitu ingin mempekerjakan banyak orang dan mengurangi pengangguran. Dengan langkah yang dia lakukan saat ini, Aries yakin mimpinya tersebut suatu hari akan menjadi kenyataan. Sumber : http://bisnisukm.com

Read More..

Kisah Pengusaha Sukses di Bidang Kuliner

Menjadi seorang pengusaha sukses, tentunya menjadi impian besar bagi semua orang. Namun sayangnya tidak banyak orang yang bisa berhasil meraih impian tersebut, mengingat untuk mencapai sebuah kesuksesan dibutuhkan kerja keras dan tekad yang kuat guna menghadapi semua rintangan dan hambatan yang sering muncul di tengah perjalanan menuju sukses. Hal inilah yang memotivasi sepasang suami istri, Jody Brontosuseno dan Siti Hariyani dalam mengembangkan usaha. Jatuh bangun dalam menjalankan sebuah usaha, sudah menjadi bagian dari perjuangan mereka mencapai kesuksesan. Berbagai peluang usaha dari mulai berdagang roti bakar, berjualan susu, sampai berbisnis kaos partai musiman pernah mereka jalani, dan semuanya tidak bisa bertahan lama hingga harus ditutup sebelum mencapai suksesnya. Meskipun begitu, pengalaman pahit tersebut tidak membuat sepasang suami istri ini berhenti mencoba peruntungannya di dunia bisnis. Mengawali kesuksesan bisnisnya pada tahun 2000, Jody dan Anik mencoba membuka warung steak sederhana dengan memanfaatkan teras rumahnya, yang berlokasi di Jl. Cendrawasih 30 Demangan Yogyakarta sebagai lokasi usaha. Berbekal jiwa entrepreneur yang telah mereka miliki, pasangan serasi ini nekat membangun sebuah rumah makan steak dengan nama “Waroeng Steak n Shake” yang kini lebih dikenal dengan istilah WS, lain daripada restoran steak lainnya. Jika biasanya kuliner ala Eropa ini hanya bisa dinikmati masyarakat menengah atas, di berbagai restoran mewah atau di hotel-hotel berbintang dengan harga yang relatif mahal. Jody dan Anik, berhasil menciptakan sebuah gebrakan baru di bisnis kuliner, dengan menawarkan salah satu makanan barat yang banyak diminati masyarakat yaitu steak, dengan harga yang sangat bersahabat dan jauh dari kata mahal. Mereka sengaja menawarkan steak di warung sederhananya, untuk membangun image baru di mata konsumen bahwa menu ala Eropa juga bisa disajikan di warung makan biasa, dengan cita rasa yang tidak kalah bersaing dengan steak di hotel-hotel berbintang lima. Siapa sangka jika strategi tersebut cukup menarik minat konsumen, hingga waroeng steak yang dulunya hanya bermodalkan 5 buah hot plate dan 5 buah meja makan, dengan daya tampung 20 pengunjung. Kini berhasil berkembang pesat, mencapai lebih dari 30 cabang yang tersebar di berbagai kota besar di Indonesia. Seperti di daerah Jakarta, Medan, Bogor, Bandung, Semarang, Malang, Solo, Palembang, Yogyakarta, Bali, serta Pekanbaru. Dengan omset ratusan hingga milyaran rupiah setiap bulannya. Terobosan baru yang ditawarkan Waroeng steak, melalui mottonya “Bukan steak biasa” ini berhasil merubah pandangan masyarakat, yang dulunya beranggapan bahwa makanan steak hanya bisa dikonsumsi orang kaya. Menjadi makanan baru yang bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat dengan harga yang sangat terjangkau dan tentunya pas dikantong semua konsumen. Dengan menanamkan image murah yang begitu kuat di hati para konsumennya. Kini duet suami istri ini tercatat sebagai salah satu entrepreneur sukses yang keberadaannya patut diperhitungkan. Karena mereka tidak hanya sukses mengembangkan puluhan cabang WS di berbagai daerah saja, saat ini Jody dan Anik juga merambah bisnis makanan lainnya yang menawarkan berbagai menu bakaran, serta membangun bisnis futsal di seputaran kota Yogyakarta. Semoga kisah pengusaha sukses di bidang kuliner untuk pekan ini, dapat menjadi inspirasi bisnis bagi Anda yang sedang memulai usaha dan bermanfaat bagi para pembaca. Selamat berkarya dan salam sukses. 
Sumber : http://bisnisukm.com

Read More..

Brownies Kukus, Kisah Sukses Bisnis Rumahan

Kelezatan brownies kukus ternyata tidak hanya berhasil memikat lidah masyarakat luas, makanan ini ternyata juga memberikan sejarah penting bagi Hj. Sumiwiludjeng dan suaminya H. Sjukur Bc.AP dalam mengawali kisah suksesnya menjalankan bisnis rumahan. Tentu Anda sudah tidak asing lagi bila mendengar produk brownies kukus dengan merek “Amanda”. Produk yang dulu dikenal sebagai oleh-oleh khas Bandung ini, sekarang gerai dan tokonya sudah bisa diperoleh di kota-kota besar lainnya seperti Yogyakarta, Surabaya dan Medan. Namun siapa sangka bila kesuksesan Amanda yang kini telah berhasil membuka gerai di berbagai kota sampai memiliki pabrik kue, berasal dari bisnis rumahan yang dulunya hanya dikerjakan Sumi dan dibantu anggota keluarganya. Mengawali bisnis sesuai dengan minat dan bakat, memang merupakan alternatif tepat untuk bisa sukses menjalankan sebuah bisnis. Bermodalkan kemampuan memasak yang didapatkan Sumi ketika mengenyam Pendidikan Kesejahteraan dan Keluarga di IKIP Jakarta, Ia menjalankan bisnis katering rumahan dengan menerima pesanan kue dan makanan untuk acara-acara tertentu. Di akhir tahun 1999 Sumi mencoba resep kue bolu kukus yang didapatkan dari salah seorang saudaranya. Ia mencoba resep tersebut hingga berulang-ulang, sampai akhirnya menemukan takaran yang pas untuk bolu kukus tersebut. Dibantu oleh putra sulungnya Joko Ervianto beserta istrinya (Atin), Sumi menawarkan bolu kukus cokelat tersebut sebagai salah satu menu di katering mereka. Berkat kelezatan dan cita rasa bolu kukus cokelat yang unik, produk tersebut dengan mudahnya diminati para konsumen. Melihat permintaan pasar akan produk tersebut sangatlah bagus, pada tahun 2000 keluarga Sumi memutuskan untuk membuka usaha brownies kukus dengan menggunakan merek Amanda. Nama tersebut merupakan singkatan dari Anda Mantu Damai, yang artinya mengharapkan anak dan menantu bisa selalu hidup rukun dan damai. Langkah Awal memasarkan brownies kukus Amanda ternyata tidak semulus yang dibayangkan Sumi beserta anak dan mantunya, kios usaha yang dibuka di komplek pertokoan Metro Bandung harus tergusur setelah pertokoan tersebut terbakar. Hingga akhirnya mereka memindah usaha kue tersebut dengan menyewa tempat di kawasan Jl. Tata Surya Bandung. Cobaan tersebut tidak menyurutkan tekad mereka untuk tetap menjalankan bisnis brownies kukus, dengan lokasi usaha yang baru mereka juga merasa tertantang untuk bisa mendapatkan pelanggan baru. Merintis usaha kembali di tempat baru, ternyata memberikan keuntungan tersendiri bagi Amanda. Tak sulit bagi mereka untuk mendapatkan konsumen baru, bahkan minat konsumen semakin meningkat setelah mereka pindah di lokasi baru. Brownies yang diproduksi setiap harinya selalu habis dibeli konsumen, dan tak jarang banyak konsumen yang harus kecewa karena brownies kukus yang ingin dibelinya sudah habis terjual. Seiring dengan permintaan pasar yang semakin tinggi, membuat tempat usaha yang mereka tempati sudah tidak memenuhi kapasitas produksi. Tahun 2002 Sumi dan keluarganya berpindah lagi ke lokasi usaha baru di Jl. Rancabolang Bandung. Mengulangi kesuksesan di tahun sebelumnya, dari lokasi yang baru kesuksesan brownies kukus Amanda menunjukan kemajuan yang luar biasa. Lokasi yang strategis dan didukung dengan cita rasa brownies kukus yang lezat, mengantarkan bisnis yang dulunya hanya dikerjakan di rumah kini menjadi industri kue yang sangat sukses. Dan pada tahun 2004, merek brownies kukus Amanda resmi dipatenkan menjadi brand produk kue buatan Sumi dan keluarganya. Dibantu para menantu dan ketiga putranya Joko Ervianto, Andi Darmansyah, dan Sugeng Cahyono, kini brownies kukus Amanda sudah memiliki puluhan cabang yang tersebar di berbagai kota. Dengan menawarkan lebih dari dua puluh varian produk, saat ini penjualan produk Amanda bisa mencapai ribuan kotak untuk setiap harinya di masing-masing cabang. Anda bisa bayangkan bukan, berapa besar keuntungan yang diperoleh keluarga Sumi setiap bulannya? Semoga artikel “brownies kukus, kisah sukses bisnis rumahan” ini bisa memberikan inspirasi bisnis bagi para pembaca. Ketekunan, tekad dan kerjasama yang dimiliki keluarga Hj. Sumiwiludjeng berhasil mengantarkan bisnis rumahan menjadi industri besar, serta mewujudkan impian Sumi untuk selalu membuat anak dan mantunya bisa hidup rukun menjalankan usaha bersama. Oleh karena itu, yakinkan diri Anda bahwa setiap orang memiliki peluang sukses yang sama besar. Andapun juga bisa sukses bila Anda memiliki tekad besar dan berusaha fokus untuk menekuninya. Selamat berkarya dan salam sukses. Sumber : http://bisnisukm.com

Read More..

Kesuksesan Bisnis Sepatu Lokal di Mancanegara

Mungkin bagi sebagian besar masyarakat Indonesia belum terlalu mengenal produk sepatu bermerek Nilou. Namun siapa sangka jika produk sepatu lokal buatan Pulau Dewata (Bali) ini namanya sudah cukup terkenal di pasar global, bahkan ratusan gerainya saat ini telah tersebar di 20 negara asing. Seperti pasar Amerika, Perancis, Inggis, Karibia, Jepang, Australia, Uni Emirat Arab, serta beberapa negara lain yang ada di berbagai benua telah berhasil ia masuki. Mengawali bisnis sepatu di tahun 2004, Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik berhasil mengenalkan merek sepatu Nilou yang berasal dari plesetan namanya (Ni Luh) bersanding dengan berbagai merek sepatu terkenal di pasar internasional. Kejeliannya dalam menentukan konsumen menengah ke atas sebagai target pasar, mendorong wanita kelahiran 15 Juni 1975 ini selalu mementingkan kualitas produk dibandingkan kuantitasnya. Maka tidak heran bila kualitas sepatu buatannya kini berhasil menarik minat para konsumen, khususnya di pasar mancanegara. Kisah sukses Ni Luh dalam membangun bisnisnya, berawal dari ketidakpuasan yang selalu ia peroleh ketika dirinya membeli sepatu. Semasa sekolah di Bali, ia tidak pernah mendapatkan sepatu dengan ukuran yang pas dengan kakinya, sehingga ia tidak pernah merasa nyaman ketika menggunakan sepatu-sepatu tersebut. Bukan itu saja, ketika kuliah di Jakarta ia juga sering kesulitan untuk mendapatkan sepatu high heels yang nyaman bila digunakan seharian. Sehingga kondisi tersebut membuat Ni Luh bertekad untuk bisa menciptakan sebuah sepatu yang nyaman digunakan seharian walaupun sepatu tersebut memiliki hak cukup tinggi. Perjalanan Ni Luh dalam membangun bisnis sepatu dimulai dengan menggandeng rekan kerjanya di Perancis yang sama-sama mencintai sepatu. Namun sayang, perjalanan bisnis patungan yang dibangunnya tidak bisa berjalan dengan mulus. Hingga akhirnya bisnis tersebut tidak dapat bertahan dan gulung tikar sebelum mencapai kesuksesan. Meskipun demikian, pengalaman pahit yang pernah dialami sebelumnya tidak membuat ibu satu orang anak ini menyerah dengan keadaan. Bermodalkan kecintaannya akan produk sepatu, dan didukung sedikit dana ditabungannya yang masih tersisa. Ni Luh memberanikan diri untuk mendirikan toko sepatu kecil-kecilan di Bali. Dengan menyewa tempat usaha yang sebenarnya tidak terlalu layak dijadikan sebagai toko sepatu, Ni Luh dibantu dengan seorang tukangnya memproduksi sepatu dengan sangat detail. Dari mulai pemilihan bahan baku yang berkualitas bagus, sampai desain mode yang selalu up to date dan tidak kalah cantik dengan sepatu-sepatu mahal yang dimilikinya kala itu. Keunggulan inilah yang membuat produk sepatu Nilou diminati pasar global. Karena modal usaha yang dimilikinya sangat minim, saat itu Ni Luh hanya mampu memproduksi tiga pasang sepatu untuk mengisi tokonya. Dan untuk menekan biaya produksi, Ni Luh baru akan memproduksi sepatu lagi ketika sudah ada pesanan dari konsumen. Strategi bisnis itulah yang membuat toko sepatunya mampu bertahan di tengah persaingan pasar, sebelum akhirnya Ni Luh nekat membesarkan tokonya dengan pinjaman dana dari Bank. Dan dari dana tersebut, ia mulai memperbaiki tampilan tokonya dan menambah persediaan bahan baku untuk meningkatkan proses produksi. Kebangkitan bisnis Nilou Tahun 2004 merupakan awal kebangkitan bisnis sepatu Nilou, masuk ke pasar global. Mendapat tawaran dari jaringan ritel Topshop yang berpusat di Inggris, membuka peluang bagi wanita lulusan Fakultas Ekonomi ini untuk melebarkan sayapnya dengan memasarkan produk sepatu di pasar mancanegara. Bukan hanya itu, di tahun yang sama Ni Luh juga mendapatkan partner dari negara Australia yang dengan suka rela ingin memasarkan produk-produk Nilou di negara asalnya. Moment tersebut tentunya memberikan keuntungan besar bagi Ni Luh, untuk bisa mengenalkan produknya di mancanegara. Seiring perjalanan waktu, kini Ni Luh telah memiliki lebih dari 20 orang karyawan dengan kapasitas produksi sekitar 200 pasang sepatu per bulan. Bila dulu ia hanya mampu memasang tiga pasang sepatu di toko sederhananya, kini sepatu-sepatunya yang dihargai Rp 700.000,00 sampai Rp 4.000.000,00 sudah bisa dipamerkan di berbagai gerainya yang ada di 20 negara. Bisa Anda bayangkan bukan berapa besar omset yang kini diterima Ni Luh setiap bulan? Kecintaan Ni Luh akan produk sepatu dan kerja kerasnya selama ini untuk memberikan yang terbaik bagi para konsumen, mengantarkan produk sepatu Nilou yang dulunya tidak kenal orang kini berhasil meramaikan pasar global dengan omset ratusan juta rupiah setiap bulannya. Sangat menarik bukan?? Semoga sekilas profil pengusaha tentang kesuksesan bisnis sepatu lokal di mancanegara bisa menjadi inspirasi bagi kita, untuk selalu berusaha mencapai kesuksesan yang telah kita targetkan. Selamat berkarya dan salam sukses. Sumber : http://bisnisukm.com

Read More..

Pengusaha Sukses Berbisnis Tas

Siapa yang tak kenal dengan produk tas merek “exsport, eiger, atau bodypack” ? Tentu semua orang sudah mengetahuinya, karena ketiga merek tersebut merupakan penguasa pasar untuk produk tas saat ini. Namun apa Anda mengetahui siapa produsennya? Mungkin sebagian orang tercengang, ketika mengetahui produk bermerek tersebut asli buatan anak bangsa. Benar sekali, seorang remaja bernama Ronny Lukito yang urung melanjutkan pendidikannya di bangku kuliah, karena keterbatasan biaya. Berhasil mengubah kondisi pahit yang dihadapinya, menjadi peluang emas yang bisa membuatnya meraih kesuksesan seperti sekarang ini. Hidup ditengah keluarga yang pas-pasan, tidak membuat Ronny menyerah pada keadaan. Orang tuanya yang memiliki toko kecil khusus menjual tas, membuat Ronny terbiasa melihat secara langsung proses produksi sebuah tas. Bahkan Ia beserta saudaranya sering terjun langsung membantu orangtuanya dalam menjalankan bisnis tersebut. Dari mulai proses packing tas, merapikan tas-tas yang di display, serta menjadi kasir ketika ada pembeli yang membayar. Pengalaman itulah yang menjadi langkah awal Ronny untuk membuka bisnis tas, mengikuti jejak kedua orang tuanya. Setelah lulus STM pada tahun 1979, Ronny memutuskan untuk mencari pekerjaan. Namun belum sempat melamar pekerjaan, niatnya berubah 180 derajat setelah Ia mendapatkan nasehat dari salah seorang kerabat. Ia disarankan untuk bekerja di toko tas milik orang tuanya saja, karena Ronny merupakan anak lelaki satu-satunya yang seharusnya bisa meneruskan usaha keluarga. Semenjak itulah Ronny belajar tentang cara memproduksi tas, termasuk membuat desain dan pola tas, sampai proses penjahitan tas. Jiwa entrepreneur yang dimilikinya sejak duduk dibangku sekolah, membuat lelaki kelahiran Bandung ini mudah menyerap ilmu dari ayahnya. Tak lama setelah bekerja di toko milik sang ayah, Ia pun memulai bisnis pembuatan tas sendiri. Dengan modal kurang lebih satu juta rupiah, Ronny membeli dua mesin jahit, peralatan jahit, dan sedikit bahan baku pembuatan tas. Dibantu dengan satu orang pegawai, Ronny memproduksi tas yang diberi merek Exxon. Ternyata produk tas buatan Ronny sukses diterima pasar, usaha yang dirintis dari nol tersebut mulai menunjukan peningkatan yang sangat pesat. Tingginya permintaan pasar membuat omset bisnis tas Exxon selalu meningkat, hingga Ronny berhasil mempekerjakan 100 karyawan. Hingga akhirnya di tengah perjalanan Ronny meraih kesuksesan, Ia mendapatkan surat complain dari salah satu perusahaan di Amerika yaitu Exxon Mobil Corporation. Karena Ronny telah menggunakan Exxon sebagai merek tas yang diproduksinya, tanpa seizin pemilik hak paten. Peristiwa tersebut tidak diperpanjang, dan Ronny mengalah untuk mengganti merek produk tasnya dengan nama baru yaitu Exsport. Nama baru tersebut merupakan gabungan dua kata dari Exxon dan Sport. Maksudnya produk tas Ronny ditujukan untuk konsumen yang rata-rata anak muda sportif, dan diharapkan bisa menembus pasar ekspor ke berbagai negara. Ketekunan dan kerja kerasnya dalam menjalankan usaha, mengantarkan lelaki lulusan STM ini menjadi pengusaha sukses yang luar biasa. Terbukti bukan hanya berhasil membawa tas merek exsport hingga mancanegara, namun kini dibawah naungan B&B Inc. Ronny berhasil membawahi empat anak perusahaan besar antara lain PT. Eksonindo Multi Product Industry (EMPI), PT. Eigerindo MPI, PT. EMPI Senajaya dan CV Persada Abadi. Sederet merek tas ternekal pun, menjadi bukti nyata keberhasilan Ronny Lukito dalam menguasai pasar tas baik lokal maupun internasional. Membidik berbagai segmen pasar, Ronny pun mengembangkan sayapnya dengan memasarkan merek Eiger, Exsport, Neosack, Bodypack, Nordwand, Morphosa, World Series, Extrem, Vertic, Domus Danica serta Broklyn. Kisah pengusaha sukses berbisnis tas ini, menjadi salah satu contoh nyata keberhasilan entrepreneur Indonesia. Selalu ada jalan untuk meraih kesuksesan, bila Anda mau berusaha dan mencoba. Jika Ronny bisa sukses mengembangkan bisnisnya dari nol, Andapun pasti juga bisa. Semoga kisah sukses profil pengusaha B&B Inc, bisa Anda jadikan sebagai motivasi untuk mencoba memulai usaha. Teruslah berkarya dan salam sukses. Sumber : http://bisnisukm.com

Read More..

Memulai Bisnis Sampingan dari Hobi

Memulai bisnis sampingan dari hobi yang dimilikinya, memberikan jalan bagi Nina Zainab untuk memperoleh tambahan income yang cukup besar. Ketertarikannya dengan pembuatan pernak-pernik untuk pernikahan, membuat wanita cantik ini memiliki ketrampilan yang cukup unik yaitu berkreasi dalam pembuatan seserahan pernikahan. Berawal dari itulah, wanita berusia 29 tahun ini mencoba menjalankan bisnis sampingan jasa seserahan. Usaha sampingan tersebut dimulai Nina, sejak Ia menempuh pendidikan jurusan Fashion Garmen, di Inter Study Jakarta Pusat. Ketika masih menjadi mahasiswi, Nina sering membantu teman-temannya yang sedang mengadakan pesta pernikahan. Dari mulai urusan penataan bunga, dekorasi pernikahan, sampai membuatkan seserahannya. Ternyata dari hobi yang dimilikinya, Nina bisa mendapatkan penghasilan tambahan untuk membiayai kuliahnya sendiri. Walaupun usahanya sudah dirintis sejak kuliah, namun Nina baru mulai serius menekuni bisnisnya pada tahun 2007. Di sela-sela kesibukannya menjadi seorang staf di sebuah sekolah swasta, wanita yang akrab dipanggil Nina ini masih bisa meluangkan waktunya untuk menjalankan usaha jasa seserahan tersebut. Bermodalkan uang sekitar Rp 2 juta, Nina membeli bahan baku seperti kotak seserahan, plastik mika, serta hiasan lainnya yang berupa bunga maupun pita. Untuk jasa yang ditawarkannya, Nina mematok harga dari mulai Rp 70.000,00 sampai Rp 300.000,00 untuk satu jenis seserahan. Ia menyesuaikan setiap bentuk dan isi seserahan sesuai dengan budget yang dimiliki calon pengantin. Jika budget yang dimiliki konsumen terbatas, Nina biasanya meminta konsumennya untuk membawa barang-barang bekas yang bisa dimanfaatkan untuk membungkus seserahan. Dari bahan-bahan tersebut, Nina akan mendaur ulangnya menjadi kemasan yang menarik. Contohnya saja seperti kaleng bekas, atau bunga kering yang bisa disemproti cat. Bukan itu saja, Ia juga menggunakan kain perca untuk hiasan maupun bantalan dalam kotak seserahan. Sehingga biaya yang dibutuhkan, tidak terlalu mahal. Walaupun menggunakan bahan-bahan daur ulang, namun hasil seserahan yang dibuat Nina tidak kalah cantik dengan produk seserahan yang ada di pasaran. Yang terpenting baginya adalah, konsumen yang memesan produk seserahan bisa memperoleh kepuasan. Oleh karena itu sebelum membuatkan pesanan, Nina selalu memperhatikan karakter konsumennya untuk disesuaikan dengan desain seserahan yang akan dibuatkannya. Sehingga konsumen puas dengan desain seserahan yang dipesan. Meskipun Nina harus menjalankan bisnis jasa seserahan di sela-sela kesibukannya sebagai karyawati, bukan berarti dia tidak bisa fokus menjalankan bisnis tersebut. Buktinya untuk mengembangkan usaha, Ia sengaja menambahkan dua tenaga kerja untuk membantu proses produksi. Nah, bagi Anda yang tertarik untuk mencoba peluang bisnis sampingan. Anda bisa mengikuti kesuksesan Nina Zainab yang memulai bisnisnya sesuai dengan hobi, di sela-sela kesibukan Anda. Semoga informasi profil pengusaha untuk pekan ini, bisa memberikan inspirasi bagi Anda yang sedang mencari ide bisnis sampingan dengan modal kecil. Selamat mencoba dan salam sukses. Sumber : http://bisnisukm.com

Read More..

Kreatifitas yang Membuahkan Sukses Usaha

“Coba-coba berhadiah”. ungkapan ini yang menggambarkan awal mula keberhasilan seorang wanita bernama Antin, dalam memulai usahanya. Setelah kantor tempat Ia bekerja bangkrut, terkena dampak krisis ekonomi. Antin tidak lantas menyerah dengan keadaan saat itu, ketika Ia tidak lagi menjadi pegawai kantor, Antin memutuskan untuk banting stir coba-coba mengikuti kursus membuat kerajinan keramik. Ternyata dari coba-coba tersebut, cerita kesuksesan wanita ini dimulai. Bermula dari hobinya dengan barang-barang keramik, Antin mulai mengikuti kursus membuat kerajinan keramik dengan seniman Liem Keng Sien selama kurang lebih satu tahun. Setelah selesai mengikuti kursus, Antin bersama temannya mempraktekan ketrampilan yang diperolehnya dengan membuat keramik dan mulai menjualnya. Uji coba Antin dan rekan-rekannya untuk memasarkan hasil kerajinan keramiknya pun berlanjut. Hingga akhirnya dengan modal usaha sebesar sepuluh juta rupiah, pada tahun 2000 Antin berhasil membuka bisnis kerajinan keramik dengan merek “jinjit pottery”. Nama “jinjit” diambil dari Bahasa Jawa yang artinya berusaha mencapai sesuatu yang lebih tinggi. Peluang bisnis yang dijalankannya berdasarkan hobi ini, ternyata bisa mengantarkan wanita kelahiran Paris 18 Februari 1969 menuju gerbang kesuksesannya. Dengan menawarkan berbagai kerajinan keramik yang lucu, unik dan penuh inovasi ini, Antin sudah berhasil menggandeng 22 outlet sebagai sarana untuk memasarkan produk-produknya. Beberapa produk yang dibuat wanita 42 tahun ini antara lain mug, pin, kalung, gelang, hiasan magnet, frame foto, tempat kartu nama, tempat sabun, pen holder, serta beberapa produk lainnya. Untuk membedakan produk jinjit dengan produk keramik lainnya, Anti sengaja menciptakan produk dengan warna, motif dan desain yang khas. Misalnya saja warna biru dan cokelat yang selalu mendominasi produk-produk jinjit, serta kata-kata mutiara yang bisa memotivasi para konsumennya. Keahlian Anti dibidang arsitektur, ternyata membantunya dalam mengkomposisikan desain keramik yang diciptakan. Kesuksesan Antin dalam memulai usaha, tidak terlepas dari kerja keras dan ketertarikannya untuk mengekspresikan diri melalui keramik. Karena kecintaannya terhadap keramik, segala kesulitan dalam menjalankan bisnis bisa dilaluinya. Di tahun-tahun pertama menjalankan usaha, merupakan tahun terberat bagi Antin. Semua strategi pemasaran bisnis, seperti membuka gallery dan mempromosikan produk melalui pameran dicobanya untuk mengenalkan produk Jinjit pottery. Namun cara tersebut belum bisa membuahkan hasil yang optimal, yang ada biaya operasional pemasaran lebih besar daripada income usaha. Semua kegagalan yang diperoleh Antin diawal langkahnya, tidak menyurutkan niat wanita lulusan Universitas Tri Sakti ini untuk menyenangkan orang lain dengan produk keramiknya. Dengan meningkatkan kemampuannya dalam membuat desain, Antin selalu bermimpi semakin hari produk Jinjit pottery bisa dicintai oleh masyarakat luas. Semoga sosok wanita yang kreatif ini bisa memberikan inspirasi baru bagi Anda untuk memulai usaha baru. Selalu ada peluang, jika Anda mau berusaha menciptakannya. Semoga berhasil dan salam sukses. Sumber : http://bisnisukm.com

Read More..

Profil Pengusaha Sukses di Bisnis Pendidikan

Maraknya bisnis pendidikan yang berkembang saat ini, mendorong para pemilik lembaga pendidikan saling berlomba untuk menawarkan peluang usahanya dengan sistem kemitraan. Berbagai peluang kerjasama seperti franchise maupun business opportunity di bidang pendidikan, sekarang ini menjamur di berbagai daerah. Salah satu contoh pengusaha yang sukses menjalankan bisnis pendidikan, hingga berhasil membuka ratusan cabang di berbagai daerah Indonesia adalah Sony Sugema. Pria lulusan SMA Negeri 3 Bandung ini, mulai menekuni bisnis pendidikan sejak Ia duduk di bangku SMA. Setelah ayahnya meninggal, Ia mulai menjalankan bisnis sampingan dengan membuka jasa les privat bagi teman-teman sekolahnya dengan biaya Rp 5.000,00 per bulan. Dari sinilah minat Sony untuk mengajar mulai muncul. Minat Sony untuk terjun di dunia pendidikan ternyata tidak berhenti di bangku sekolah saja, sejak melanjutkan pendidikannya di bangku kuliah (jurusan teknik mesin di ITB) Ia memutuskan untuk mengajar matematika, fisika, dan kimia di salah satu SMA swasta yang ada di Bandung. Tidak cukup satu sekolah saja, Sony juga bekerja sebagai pengajar di beberapa bimbingan belajar. Banyaknya pengalaman yang diperoleh Sony saat Ia mengajar di berbagai lembaga pendidikan, membuatnya termotivasi untuk membuka bisnis bimbingan belajar sendiri pada tahun 1990. Bimbingan belajar tersebut diberi nama Sony Sugema College (saat ini lebih dikenal dengan brand SSC). Dengan modal Rp 1,5 juta, Sony gunakan untuk membayar pegawai dan menyewa sebuah ruangan belajar bagi para siswa yang ikut bimbingan belajarnya. Pada awal usahanya, bimbingan belajar yang didirikan pria kelahiran Bandung ini hanya fokus memberikan bimbingan intensif untuk menghadapi ujian masuk perguruan tinggi saja. Dengan metode fastest solution dan learning is fun, SSC berupaya untuk membantu para siswa agar dapat menyelesaikan soal dengan cara yang mudah, dan lebih bersemangat lagi untuk mempelajari berbagai pelajaran yang selama ini dianggap sebagai momok (seperti matematika dan fisika). Keberhasilan metode yang diberikan Sony, ternyata menjadi media pemasaran yang cukup efektif. Semakin hari jumlah siswa yang mengikuti bimbingan di SSC semakin bertambah, sampai pada akhirnya tahun 1991 Sony memutuskan untuk membuka cabang di Jakarta. Momen inilah yang menjadi awal perkembangan SSC hingga akhirnya berhasil tersebar di berbagai kota yang ada di Indonesia. Kini setelah duapuluh tahun menjalankan bisnisnya, keberhasilan Sony sudah tidak perlu diragukan lagi. Ia memiliki empat perusahaan yang semuanya bergerak dibidang pendidikan. Dan segudang penghargaan pun diraih Sony atas keberhasilannya dalam mengembangkan bisnis di bidang pendidikan. Dengan tekad yang kuat dan keberaniannya untuk bangkit dari kegagalan-kegagalan usaha sebelumnya, Sony berhasil menjadikan SSC sebagai salah satu lembaga bimbingan belajar ternama di Indonesia. Semoga informasi mengenai profil pengusaha sukses di bisnis pendidikan, bisa memberikan inspirasi bagi Anda untuk mencoba segala peluang yang ada. Jangan pernah takut akan adanya kegagalan, karena dengan kegagalan Anda bisa belajar tentang banyak hal. Salam sukses. Sumber : http://bisnisukm.com

Read More..